Minggu, 18 Desember 2016

Makalah kebudayaan sunda



KEBUDAYAAN SUNDA
MAKALAH
Disusun dalam Rangka:
Memenuhi Tugas Matakuliah
Pengantar Pendidikan yang diberikan oleh dosen pengampu
Drs.Juhaeni, M.Pd


                 
Disusun Oleh:
(Kelompok 2)

ALI ARIDI
FAIZ AL BAIHAQI
FAJAR RAMADAN
INDRI RAHMA DEWI SAFITRI
 SITI ANNISAH
SOMAD



SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN [STKIP]
INVADA CIREBON
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER                                                                                                   
Jl. Brigjen Darsono No. 20A, By Pass Cirebon
Telp. 08112433883
2016









KATA PENGANTAR

Puji dan syukur mari kita panjatkan kepada Allah SWT. karena atas karuia-Nya makalah yang berjudul “Kebudayaan Sunda dapat terselesaikan. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas matakuliah Pendidikan Agama Islam. Atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka kami mengungkapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat diharapkan untuk penyempurnaan makalah ini.
Semoga Bermanfaat.



Cirebon,  November 2016


                                                                                                                        Penulis 




DAFTAR ISI


COVER................................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
1.      Latar Belakang......................................................................................................... 1
2.      Tujuan....................................................................................................................... 1
3.      Manfaat..................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................... 3
1.      Pola Hidup Suku Sunda.......................................................................................... 3
2.      7 Unsur Kebudayaan Suku Sunda......................................................................... 3
3.      Upacara Adat Pengantin Suku Sunda................................................................... 7
BAB III PENUTUP............................................................................................................. 9
1.      Kesimpulan............................................................................................................... 9
2.      Saran......................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 10 




 

BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Sunda adalah sebagai nama kerajaan kiranya baru muncul pada abad ke 8 sebagai lanjutan atau penerus kerajaan Tarumanegara. Pusat kerajaan berada di sekitar Bogor, sejarahnya sunda mengalami babak baru karena arah pesisir utara di Jayakarta (Batavia) masuk ke kuasaan kompeni Belanda sejak 1610 dan dari arah pedalaman sebelah timur masuk kekuasaan Mataram sejak 1625.
Suku sunda merupakan kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau Jawa, Indonesia, yaitu berasal dan bertempat tinggal di Jawa Barat. Daerah yang juga sering disebut Tanah Pasundan atau Tatar Sunda. Masyarakat sunda mengartikan kata “sunda” menjadi beberapa pengertian :

  Sunda, dari kata “Saunda”, berarti Lumbung bermakna (subur dan makmur)
  Sunda, dari kata “Sonda”, berarti bahagia
  Sunda, dari kata “Sonda”, berarti sesuai dengan keinginan hati
  Sunda, dari kata “Sundara”, berarti lelaki yang tampan
  Sunda, dari kata “Sundari”, berarti wanita yang cantik
  Sunda, dari kata “Sundara”, nama dewa kamaja (penuh rasa cinta kasih)
  Sunda berarti indah.

Jika dilihat dari arti Sunda diatas, tidak ada satupun arti yang kurang baik, hampir semua artinya baik. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan masyarakat sunda adalah pengharapan akan kebaikan dalam setiap aspek kehidupan.

2.      Tujuan
Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan makalah ini adalah sebagai berikut:
1)        Terutama untuk memenuhi tugas matakuliah Pendidikan Agama Islam
2)        Untuk mengetahui bagaimana kebudayaan sunda
3)        Dan menambah ilmu pengetahuan dan wawasan

3.      Manfaat

Makalah ini ditulis dengan tujuan agar dapat memberikan gambaran umum kepada masyarakat luas tentang salah satu kebudayaan di Indonesia salah satunya kebudayaan sunda yang kami bahas dalam makalah ini. Sehingga pendidikan dapat terlaksana dengan baik dan tepat sasaran. Selain itu juga diharapkan dapatmenambah kepustakaan tentang pendidikan. Dan memberi ilmu serta wawasan kepada para pembaca agar dapat menjadi orang yang berilmu pengetahuan luas. Semoga bermanfaat. Aamiin.










BAB II
PEMBAHASAN

A.Pola Hidup Suku Sunda
                        Pola hidup masyarakat suku sunda adalah berladang. Komunitas peladang ini hidupnya cenderung berpindah-pindah atau nomaden, dan budaya bersawah memang kemudian dikenal pada masa pajajaran. Namun area persawahan pada masa itu pun hanya berada di wilayah yang berdekatan dengan kota Pakuan. Sedangkan masyarakat sunda di luar Pakuan tetap bekerja sebagai peladang.

                        Para petani menggarap sawah mereka untuk keperluan orang-orang kota Pakuan semacam bangsawan, bukanlah untuk diri mereka pribadi. Masyarakat hanyalah patut dan tunduk oleh para bangsawan.

                        Selain bekerja sebagai peladang, masyarakat sunda juga ada yang bekerja sebagai penggali saluran untuk menangkap ikan, dan untuk masyarakat yang hidup di pesisir pantai atau pun laut mereka akan mencari nafkah dengan menjala, menarik jaring, memasang jaring, menangguk ikan, merentang jaring. Pola hidup bertani dan berladang itu pasti dilakukan oleh masyarakat sunda, biasanya masyarakat peladang bertani di perbukitan dan masyarakat petani (persawahan) bertani di daerah yang lebih lembab.

B. 7 Unsur Kebudayaan Suku Sunda
            Unsur-unsur kebudayaan suku sunda adalah :

a.      Sistem Peralatan dan Teknologi
             Sistem peralatan masyarakat sunda terdapat pada senjata tradisionalnya yaitu kujang. Senjata seperti kujang ini disimpan sebagai pusaka yang digunakan untuk melindungi rumah dari bahaya dengan meletakkan di atas tempat tidur. Menurut sebagian orang kujang mempunyai kekuatan tertentu yanng berasal dari dewa (Hyang), kujang juga dipakai sebagai salah satu estetika dalam beberapa organisasi serta pemerintahan. Dengan perkembangan kemajuan, teknologi, budaya, sosial dan ekonomi masyarakat sunda, kujang pun mengalami perkembangan dan pergeseran bentuk, fungsi dan makna. Dari sebuah peralatan pertanian, kujang berkembang menjadi sebuah benda yang memiliki karakter tersendiri dan cenderung menjadi senjata yang bernilai simbolik dan sakral.
            Berdasarkan fungsi kujang terbagi menjadi empat antara lain, Kujang Pusaka             (lambang keagungan dan perlindungan keselamatan), Kujang Pakarang (untuk berperang), Kujang Pangarak (sebagai alat upacara), Kujang Pamangkas ( sebagai alat berladang).
             Teknologi di masyarakat sunda pula saat ini sudah berkembang pesat, masyarakat saat ini sudah banyak mengenal dan bahkan memiliki benda-benda elektronik, tetapi adapula masyarakat sunda yang masih kental dengan adat dan menghindari tentang adanya teknologi dan unsur modern. Contohnya adalah masyarakat baduy. Mereka memang tidak begitu suka dengan perubahan teknologi, karena bagi mereka adat leluhur dari nenek moyang haruslah tetap dijalankan
b.      Bahasa
Bahasa sunda juga mengenal tingkatan dalam bahasa, yaitu bahasa untuk membedakan golongan usia dan status sosial antara lain, yaitu :
   Bahasa sunda lemes (halus) yaitu dipergunakan untuk berbicara dengan orang tua,
       orang yang dituakan atau disegani.
   Bahasa sunda sedang yaitu digunakan antara orang yang setaraf, baik usia maupun status sosialnya
    Bahasa sunda kasar yaitu digunakan oleh atasan kepada bawahan, atau kepada orang yang status sosialnya lebih rendah.
      
                 Namun demikian di Serang dan di Cilegon, lebih lazim menggunakan bahasa
       Banyumasan (bahasa Jawa tingkatan kasar) digunakan oleh teknik pendatang dari suku jawa.
c.       Mata Pencaharian
                        Mata pencaharian pokok masyarakat sunda adalah :
    Bidang perkebunan, seperti tumbuhan teh, kelapa sawit, karet dan kina
    Bidang pertanian, seperti padi, palawija, dan sayur-sayuran
    Bidang perikanan, seperti tambak udang, dan perikanan ikan payau
   Selain bertani, berkebun dan mengelola perikanan, ada juga bermata pencaharian sebagai pedagang, pengrajin, peternak.
d.       Organisasi Sosial / Sistem Kemasyarakatan
Sistem kekerabatan yang digunakan adalah sistem kekerabatan parental atau bilateral, yaitu mengikuti garis keturunan kedua belah pihak orang tua yaitu bapak dan ibu. Dalam keluarga sunda, bapak yang bertindak sebagai kepala keluarga. Ikatan kekeluargaan yang kuat dan peranan agama Islam yang sangat mempengaruhi adat istiadat mewarnai seluruh sendi kehidupan suku sunda.
Dalam bahasa sunda dikenal pula kosa kata sejarah dan sarsilah (silsilah, silsilah) yang maknanya kurang lebih sama dengan kosa kata sejarah dan silsilah dalam bahasa Indonesia. Makna sejarah adalah susun galur atau garis keturunan. Pada saat menikah, orang sunda tidak ada keharusan menikah dengan keturunan tertentu asal tidak melanggar ketentuan agama. Setelah menikah, penggantin baru bisa tinggal di tempat kediaman istri atau suami tetapi pada umumnya mereka memilih tinggal di tempat baru atau neolokal. Dilihat dari sudut ego, orang sunda mengenal istilah tujuh generasi keatas dan tujuh generasi ke bawah, antara lain yaitu :

Tujuh generasi keatas :
Kolot,  Embah, Buyut, Bao, Janggawareng, Udeg-udeg, Gantung Siwur
Tujuh Generasi Kebawah :
Anak, Incu, Buyut, Bao, Janggawareng, Udeg-Udeg, Gantung Siwur
e.       Sistem Pengetahuan
             Pendidikan di suku sunda sudah dibilang sangat berkembang baik. Terlihat
dari peran pemerintah Jawa Barat. Pemerintah Jawa Barat memiliki tugas dalam memberikan pelayanan pembangunan pendidikan bagi warganya, sebagai hak warga yang harus dipenuhi dalam pelayanan pemerintah. Pembangunan pendidikan merupakan salah satu bagian yang sangat vital dan fundemental untuk mendukung upaya-upaya pembangunan Jawa Barat di bidang lainnya. Pembangunan pendidikan merupakan dasar bagi pembangunan lainnya, menginggat secara hakiki upaya pembangunan pendidikan adalah membangun potensi manusia yang kelak akan menjadi pelaku pembangunan.
             Dalam setiap upaya pembangunan, maka penting untuk senantiasa mempertimbangkan karekteristik dan potensi setempat. Dalam konteks ini masyarakat Jawa Barat yang mayoritas suku sunda memiliki potensi budaya dan karekteristik tersendiri, baik secara sosiologis-antropologis, falsafah kehidupan masyarakat Jawa Barat yang telah diakui memiliki makna yag sangat mendalam.
f.       Kesenian
             Masyarakat sunda begitu gemar akan kesenian, sehingga banyak terdapat jenis kesenian diantaranya seperti :
  Seni Bangunan
             Rumah adat tradisional msayarakat sunda adalah berbentuk keraton kesepuhan cirebonan yang memiliki 4 ruang, yaitu sebagai berikut :
1.  Pendopo yaitu tempat untuk keselamatan sultan
2.  Pringgondani yaitu tempat untuk sultan memberikan perintah kepada adipati
3.  Prabayasa yaitu tempat sultan menerima tamu (ruang Tamu)
4.  Panembahan yaitu ruang kerja dan tempat istirahat sultan.

  Seni Tari
             Tari yang terkenal di masyarakat sunda adalah tari topeng, tari merak, tari sisingaan dan tari jaipong.

  Seni Suara dan musik
             Alaat musik tradisional masyarakat sunda adalah angklug, calung, kecapi, dan degung. Alat musik ini digunakan untuk mengiringi tembang. Tembang adalah puisi yang di iringi oleh kecapi dan suling. Salah satu lagu tradisional masyarakat sunda yaitu : Bubuy Bulan, Manuk dadali dan Tokecang.

  Seni Sastra
             Sunda sangat kaya akan seni sastra, contohnya Prabu Siliwangi yang diungkapkan dalam bentuk pantun dan Si Kabayan yang diungkapkan dalam bentuk prosa.

  Seni Pertunjukan
             Pertubjukab yang paling terkenal di suku sunda adalah Wayang Golek. Wayang golek adalah boneka kayu dengan penampilan yang sangat menarik dan kreatif.




g.      Religi/Agama
            Sebagian besar masyarakat suku sunda menganut Agama Islam, namun ada pula yang beragama kristen, hindhu atau budha, dll. Mereka itu tergolong pemeluk agama yang taat karena bagi mereka kewajiban beribadah adalah prioritas utama. Contohnya dalam menjalankan ibadah puasa, sholat lima waktu, serta berhaji bagi yang mampu. Mereka juga masih mempercayai adanya kekuatan ghaib. Terdapat juga adanya upacara-upacara yang berhubungan dengan salah satu fase dalam lingkaran hidup, mendirikan rumah, menanam padi, dan lain-lain.

C.Upacara Adat Pengantin Suku Sunda
       Upacara adat pengantin suku sunda merupakan salah satu pilihan calon mempelai yang ingin merayakan pesta pernikahannya. Khususnya mempelai yang berasal dari Sunda. Adapun rangkaian acaranya dapat dilihat berikut ini:

·      Sawer
Kedua mempelai duduk di penyaweran, yaitu di halaman rumah tempat cucuran air hujan yang jatuh dari atap rumah dengan dipanyungi. Acara ini dipimpin oleh seorang panembang (penyanyi) yang membawakan tembang yang berisikan nasihat-nasihat orang tua bagi kedua mempelai. Kedua orang tua mempelai menaburi pengantin/nyawer yang bahannya terdiri dari beras kuning, bunga-bungaan, uang kecil/recehan,dan kembang gula yang diperebutkan oleh para tamu; terutama anak-anak.
·      Meuleum Harupat
Meuleum harupat berarti membakar tangkai bunga pinang kering, dimana api yang menyala kemudian ditiup oleh kedua mempelai yang berarti hambatan, kesulitan dan godaan dalam berumah tangga hendaknya dipecahkan bersama-sama. Setelah itu dilakukan acara:
a.         Nincak Endog
Nincak endog berarti menginjak telur, dimana pengantin pria menginjak telur yang kemudian kakinya akan dibasuh oleh pengantin wanita. Acara ini bermakna pengabdian seorang istri kepada suaminya. Kemudian dilanjutkan dengan acara:
b.         Nincak Songsong
Nincak songsong berarti menginjak songsong, songsong adalah bamboo kecil
untuk meniup kayu bakar agar apinya tetap menyala. Setelah itu dilaksanakan acara.
·         Meupeuskeun Kendi
Kendi adalah tempat air dari tanah liat, kendi tersebut dipecahkan bersama oleh kedua mempelai. Acara ini bermakna sebagai penolak bala dalam rumah tangga. Acara dilanjutkan dengan:
·         Buka Panto
Buka panto berarti buka pintu, yang bermakna permohonan izin seorang suami kepada istrinya untuk hidup berdampingan dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Setelah itu dilaksanakan acara.
·         Huap Lingkung
Huap lingkung berarti kedua mempelai saling menyuapi senagai perlambang keduanya akan saling mengasihi. Kemudian kedua mempelai disuapi oleh orang tua kedua belah pihak sebagai gambaran kasih sayang orang tua kepada anak-anaknya dan merupakan suapan terakhir dari orang tua. Pada acara huap lingkung diakhiri dengan rebutan bakakak hayam (panggang ayam) sebagai gambaran bahwa rezeki yang dilimpahkan oleh Tuhan hendaknya dinikmati dan disyukuri bersama-sama.

Setelah usai upacara adat ini dilakukan dengan penerimaan ucapan selamat dan do’a restu dari seluruh keluarga, handai taulan dan para tamu. Untuk menuju tempat pelaminan pengantin disambut dengan kesenian yang dipandu oleh seorang lengser, lengser inilah yang akan membawa pengantin dan kedua orang tuanya ke kursi pelaminan. Dalam perjalanan menuju kursi pelaminan, dilakasanakan prosesi seni tari dalam bentuk olah payung kebesaran, umbul-umbul yang diiringi oleh para penari. Sesampainya di kursi pelaminan disuguhkan tarian persembahan. Selanjutnyapara undangan dipersilahkan untuk memberikan ucapan selamat dan do’a restu kepada kedua mempelai.







BAB III
                                                  PENUTUP

Kesimpulan
Dari makalah ini saya dapat menarik kesimpulan bahwa suku sunda ini adalah suku yang memang sangat kental dengan unsur budayanya, selain itu juga suku sunda terkenal dengan kuliner dan hasil budaya yang memang masih disimpan baik di dalam suku sunda tersebut.
Saya sebagai seorang yang terlahir di dalam adat suku sunda sendiri pun merasa bangga dengan suku yang memang melekat pada dalam diri saya, karena yang saya tahu adalah suku sunda itu juga memiliki sifat yang ramah yang bisa saling menghargai walaupun kepada orang-orang yang belum di kenalnya, mereka juga sangat bersifat baik dalam bahasa sundanya itu adalah “someaah hade ka semah”. Dan itu lah yang menjadikan saya, dan mungkin seluruh masyarakat yang terlahir di dalam suku sunda bangga terhadap sukunya tersebut.


Saran
Saran yang dapat saya berikan adalah kita harus mengetahui bermacam-macam suku yang ada di Indonesia bukan hanya suku sunda tetapi masih banyak suku-suku yang lainya. Mengenai suku sunda sendiri kita harus bisa lebih mengembangkan suku yang kita miliki dari sejak lahir, contohnya saja dalam berbahasa, kita harus bisa menguasai bahasa dalam suku kita kalaupun misalkan kita tidak bisa menggunakan bahasa itu dengan baik, kita harus bisa memahami makna dan maksudnya sedikit saja.
Suku itu merupakan bagian pokok dari kebudayaan Indonesia. Tidak mungkin seseorang lahir tanpa adanya suku, pastilah merka memiliki suku yang telah dibawa oleh kedua orang tuanya jika suku-suku dari kedua orang tua berbeda kita tidak boleh condong terhadap satu suku saja tetapi alangkah lebih baiknya kita bisa mempelajari dan mengenal lebih dekat dari kedua suku-suku tersebut.



DAFTAR PUSTAKA

·         Rosidi, Ayip. Revitalitas Dan Aplikasi Nilai-Nilai Budaya Sunda Dalam Pembangunan Daerah. Bandung. 2010

·         Ningrat, Koentja. Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta: Djambatan. 1982

·         Supriatna, Jatna. Melestarikan Alam Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2008






 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar